Apa Itu Generative AI?

Popularitas MidJourney, ChatGPT, dan lain sebagainya membuat istilah Generative AI semakin dikenal

Teknologi Artificial Intelligence (AI) kini tidak hanya bisa digunakan oleh perusahaan besar, tapi juga masyarakat umum. Fungsi dari AI itu sendiri pun menjadi semakin beragam. Keberadaan MidJourney dan ChatGPT membuat masyarakat kenal dengan jenis AI baru, yaitu Generative AI.

Definisi dan Cara Kerja Generative AI

Dalam situs resmi Google, Douglas Eck, Senior Research Director, Google mengartikan AI sebagai semua sistem komputer yang memiliki kemampuan canggih. Lebih lanjut dia menambahkan, kebanyakan AI yang ada saat ini masuk dalam kategori machine learning. Dan komputer yang diprogram untuk belajar berdasarkan sampel yang diberikan disebut neural network.

Salah satu cara untuk membuat neural network belajar adalah dengan memberikan sampel dalam jumlah banyak tentang hal yang harus ia pelajari. Sebagai contoh, jika Anda ingin membuat neural network yang bisa mengenali kucing, Anda harus memberikan banyak gambar dan foto kucing dengan tag yang sesuai. Dengan begitu, AI akan bisa mengenali karakteristik seekor kucing dan akan bisa mengenali binatang itu ketika ia menemukan foto kucing.

Neural network akan bisa mengenali hewan setelah dilatih menggunakan gambar dengan tag. | Sumber: Becoming Human

Neural network hadir dalam berbagai tipe, tergantung pada fungsi. Salah satunya, language model. Pada dasarnya, language model merupakan neural network yang dapat memprediksi kata berikutnya dalam sebuah kalimat. Language model bisa dilatih dengan membiarkannya "membaca" banyak material dalam bentuk teks. Contoh penggunaan language model adalah fitur Smart Compose dan Smart Reply pada Gmail.

Lalu, apa definisi dari Generative AI?

Generative AI (GAI) mengacu pada AI yang dapat menciptakan konten yang sama sekali baru berdasarkan sampel yang sudah ia pelajari. Large Language Model (LLM) merupakan salah satu contoh dari GAI. Output yang dihasilkan oleh LLM berupa tulisan. Selain tulisan, GAI juga bisa menghasilkan konten dalam format lain, termasuk gambar, audio, video, kode programming, dan lain sebagainya, menurut laporan ZDNet.

Istilah Generative AI mulai dikenal banyak orang berkat kehadiran berbagai GAI, seperti ChatGPT atau DALL-E. Keunikan ChatGPT adalah karena ia dapat memahami pertanyaan dan memberikan jawaban dalam bahasa natural. Selain itu, chatbot AI itu juga dapat membuat esai, menulis draf email, sampai membuat candaan.

Melihat popularitas ChatGPT dari OpenAI, tidak heran jika beberapa perusahaan teknologi besar lain pun mencoba untuk membuat chatbot serupa, seperti Google dengan Bard dan Microsoft dengan Bing Chat.

Tampilan Bing Chat.

Walau sama-sama Generative AI, DALL-E punya output yang berbeda dari ChatGPT atau AI chatbot lainnya. DALL-E merupakan Generative AI yang dapat menghasilkan gambar. Contoh lain GAI yang dapat membuat gambar berdasarkan prompt dari pengguna adalah MidJourney dan Stable Diffusion.

Generative AI yang dapat menghasilkan gambar dilatih menggunakan miliaran gambar yang ada di internet. Dengan begitu, sebuah GAI akan dapat mempelajari artstyle yang digunakan pada gambar yang dijadikan sebagai bahan latihan. Setelah itu, GAI akan dapat menciptakan gambar baru berdasarkan prompt teks yang diberikan pengguna.

Keterbatasan GAI dan Masalah yang Bisa Muncul 

Keberadaan Generative AI memang bisa memudahkan banyak orang. Pada saat yang sama, GAI juga menimbulkan masalah baru. Apalagi karena GAI juga punya keterbatasan tersendiri. Salah satu keterbatasan GAI adalah ia akan mencerminkan bias yang ada pada dataset yang digunakan sebagai materi latihan.

Sebelum bisa digunakan, Generative AI harus dilatih menggunakan sampel dalam jumlah besar. Biasanya, dataset untuk melatih AI diambil dari internet. Masalahnya, jika informasi yang digunakan untuk melatih AI memiliki bias, maka bias itu juga akan muncul pada output yang dihasilkan oleh sang AI. Sebagai contoh, jika AI dilatih menggunakan data dengan kecenderungan seksis, maka ia juga akan menghasilkan konten serupa.

Tay.ai jadi contoh bagaimana AI akan mencerminkan bias dari konten yang digunakan untuk melatih AI itu sendiri. | Sumber: ZDNet

Seolah hal itu tidak cukup buruk, pengguna juga tidak tahu informasi seperti apa yang digunakan untuk melatih AI. Artinya, mereka tidak akan tahu bias apa yang dimiliki oleh sebuah AI. Selain itu, pengguna juga tidak bisa memeriksa validitas dari informasi yang diberikan oleh sebuah AI.

Tidak jarang, chatbot seperti Bing Chat atau ChatGPT akan memberikan informasi rekayasa ketika ia mendapat pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Memang, konten yang dihasilkan oleh AI chatbot sekarang ini cukup baik. Namun, tampaknya, pengguna masih harus tetap memastikan bahwa informasi yang diberikan oleh AI memang tepat.

Sebelum ini, seorang pengacara terkena sanksi karena mengutip enam keputusan pengadilan fiksi di pengadilan. Dia membuat kesalahan itu karena menggunakan ChatGPT saat dia membangun argumen untuk membela kliennya, menurut laporan Reuters.

Contoh output dari MidJourney. | Sumber: Ars Technica

Masalah lain yang muncul akibat popularitas Generative AI adalah hak cipta. Saat ini, konten yang dibuat oleh AI -- baik dalam bentuk tulisan, gambar, video, atau format lainnya -- tidak akan dilindungi oleh hak cipta. Selain itu, Generative AI kadang dilatih menggunakan sampel yang dilindungi oleh hak cipta.

Dalam kasus Generative AI untuk membuat gambar, kebanyakan gambar sampel yang digunakan sebagai latihan AI merupakan karya seseorang. Dan karya itu dilindungi oleh hak cipta. Memang, gambar yang dihasilkan oleh Generative AI tidak akan sama seperti karya sang artist. Meskipun begitu, tetap ada elemen dari karya orisinal yang diambil oleh sang AI. Padahal, kreator dari karya tersebut tidak mendapatkan untung sama sekali. Tidak tertutup kemungkinan, karya sang artist digunakan tanpa izinnya. Dan hal ini memicu perdebatan sengit di industri seni.

Sumber header: Pixabay